Hampir dipastikan tiap kali terjadi
bentrokan yang melibatkan TNI dan Polri selalu muncul pernyataan klise dari
para pengamat sosial mengenai penyebab terjadinya konflik yang tak jauh dari
urusan kesenjangan ekonomi. Nampaknya pengamat sosial sangat yakin jalan keluar
yang ditawarkan ujung-ujungnya selalu urusan menaikkan besaran pendapatan. Jika
pendapatan mereka telah naik artinya telah terjadi pemerataan, maka peristiwa
serupa tidak akan terulang kembali. Barangkali seperti itu kesimpulan akhirnya.
Seperti pernyataan Azyumardi
Azra (Tempo.co, 10 Maret 2013) yang menyebutkan persoalan kepincangan posisi
dan kepincangan sosial ekonomi antara Polri dan TNI yang menjadi penyebab
terjadinya konflik. Beberapa tahun silam tepatnya pada 2007, Azyumardi Azra
juga menyatakan pendapat serupa dalam bentrokan antara TNI-Polri dengan masyarakat
sipil di Pasuruan yang katanya juga dipicu oleh kecemburuan sosial (detik.com, 02/06/2007).
Sebagai pengamat sosial pendapat
Azyumardi Azra memang bisa dipahami akan selalu demikian warnanya. Ia tidak
akan keluar dari sudut pandang keilmuannya sendiri. Hanya saja sudut pandang
yang ia pakai untuk mencari penyebab dasar dari bentrokan yang terjadi antara
Polri dan TNI di Mapolres Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan pada Kamis 7 Maret
2013 saat ini lebih terkesan sekedar mengulang-ulang pendapat lama. Tak ada
nuansa baru. Padahal kita tahu kondisi sosial senantiasa berubah. Oleh karena
itu gagasan yang ditawarkan sebagai jalan keluar dari persoalan seyogyanya
bukan lagi gagasan kadaluarsa.
Jika kita perhatikan pendapatan
TNI-Polri pada kenyataannya masih lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan
aparatur pemerintahan sipil. Misalnya untuk TNI-Polri dengan pangkat bintara
saja telah memiliki pendapatan kurang lebih 4 jutaan. Bandingkan dengan PNS
golongan II di daerah yang hanya mendapat gaji dikisaran angka 2 jutaan.
Kalau berbicara urusan pendapatan, saya pikir setiap orang pasti akan selalu mengeluh kekurangan. Tidak hanya TNI-Polri saja. Berapapun pendapatan yang diperoleh akan dirasa belum mencukupi. Ini sebenarnya bisa dikembalikan kepada sifat dasar manusia yang akan selalu merasa kekurangan dan tidak akan pernah puas. Siapapun ingin pendapatannya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Kalau berbicara urusan pendapatan, saya pikir setiap orang pasti akan selalu mengeluh kekurangan. Tidak hanya TNI-Polri saja. Berapapun pendapatan yang diperoleh akan dirasa belum mencukupi. Ini sebenarnya bisa dikembalikan kepada sifat dasar manusia yang akan selalu merasa kekurangan dan tidak akan pernah puas. Siapapun ingin pendapatannya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pemerintah bisa saja meningkatkan
pendapatan TNI. Tapi apakah itu dapat menyelesaikan persoalan seperti
disinyalir oleh Azyumardi Azra. Kalau mau bicara pemerataan untuk menghindari
kesenjangan sosial ekonomi, seyogyanya setiap abdi negara baik yang sipil
maupun militer, pusat atau daerah diperlakukan sama. Artinya tidak ada selisih
pendapatan yang mencolok mata. Bahkan tidak hanya terbatas pada aparat
pemerintahan saja tetapi mencakup keseluruhan rakyat.
Untuk mengusahakan
terjadinya pemerataan pendapatan tersebut, saya pikir tidak terlalu sulit bagi
pemerintah. Misalnya dengan mengeluarkan kebijakan pemangkasan pendapatan para
pejabat negara setingkat menteri dan anggota DPR/DPRD. Saya yakin persoalan
kesenjangan pendapatan diantara unsur-unsur penyelenggara pemerintahan baik
sipil atau pun militer, pusat maupun daerah serta seluruh rakyat pada umumnya
akan bisa diatasi.
Saya kira formula ini lebih
tepat dibandingkan dengan pendapat Azyumardi Azra yang juga menyarankan TNI diberi
kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam pengerjaan proyek-proyek pembangunan
di daerah. Padahal keputusan tersebut bisa jadi akan rentan menimbulkan persoalan baru yang tak kalah runyam dengan kasus-kasus yang
telah terjadi selama ini. Tidak mungkin TNI ikut tender proyek bersaing dengan
rekanan-rekanan yang terbiasa bermain dalam area pengerjaan proyek seperti telah
berjalan selama ini. Terkecuali dengan sistem jatah atau penunjukan tanpa proses
tender. Tetapi apakah ini dibenarkan menurut aturan perundang-undangan? Disamping
itu, kebijakan pengikutsertaan TNI dalam proyek-proyek di daerah tidak akan
menyentuh pada persoalan pemerataan pendapatan karena mustahil income dari pengerjaan
proyek di daerah itu akan menyentuh seluruh personel TNI.
No comments:
Post a Comment