Blog is Power

Tuesday, March 12, 2013

KIise Azyumardi Azra dalam Bentrok TNI-Polri


Hampir dipastikan tiap kali terjadi bentrokan yang melibatkan TNI dan Polri selalu muncul pernyataan klise dari para pengamat sosial mengenai penyebab terjadinya konflik yang tak jauh dari urusan kesenjangan ekonomi. Nampaknya pengamat sosial sangat yakin jalan keluar yang ditawarkan ujung-ujungnya selalu urusan menaikkan besaran pendapatan. Jika pendapatan mereka telah naik artinya telah terjadi pemerataan, maka peristiwa serupa tidak akan terulang kembali. Barangkali seperti itu kesimpulan akhirnya. 

Seperti pernyataan Azyumardi Azra (Tempo.co, 10 Maret 2013) yang menyebutkan persoalan kepincangan posisi dan kepincangan sosial ekonomi antara Polri dan TNI yang menjadi penyebab terjadinya konflik. Beberapa tahun silam tepatnya pada 2007, Azyumardi Azra juga menyatakan pendapat serupa dalam bentrokan antara TNI-Polri dengan masyarakat sipil di Pasuruan yang katanya juga dipicu oleh kecemburuan sosial (detik.com, 02/06/2007). 

Sebagai pengamat sosial pendapat Azyumardi Azra memang bisa dipahami akan selalu demikian warnanya. Ia tidak akan keluar dari sudut pandang keilmuannya sendiri. Hanya saja sudut pandang yang ia pakai untuk mencari penyebab dasar dari bentrokan yang terjadi antara Polri dan TNI di Mapolres Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan pada Kamis 7 Maret 2013 saat ini lebih terkesan sekedar mengulang-ulang pendapat lama. Tak ada nuansa baru. Padahal kita tahu kondisi sosial senantiasa berubah. Oleh karena itu gagasan yang ditawarkan sebagai jalan keluar dari persoalan seyogyanya bukan lagi gagasan kadaluarsa.  

Jika kita perhatikan pendapatan TNI-Polri pada kenyataannya masih lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan aparatur pemerintahan sipil. Misalnya untuk TNI-Polri dengan pangkat bintara saja telah memiliki pendapatan kurang lebih 4 jutaan. Bandingkan dengan PNS golongan II di daerah yang hanya mendapat gaji dikisaran angka 2 jutaan.   

Kalau berbicara urusan pendapatan, saya pikir setiap orang pasti akan selalu mengeluh kekurangan. Tidak hanya TNI-Polri saja. Berapapun pendapatan yang diperoleh akan dirasa belum mencukupi. Ini sebenarnya bisa dikembalikan kepada sifat dasar manusia yang akan selalu merasa kekurangan dan tidak akan pernah puas. Siapapun ingin pendapatannya terus meningkat dari tahun ke tahun. 

Pemerintah bisa saja meningkatkan pendapatan TNI. Tapi apakah itu dapat menyelesaikan persoalan seperti disinyalir oleh Azyumardi Azra. Kalau mau bicara pemerataan untuk menghindari kesenjangan sosial ekonomi, seyogyanya setiap abdi negara baik yang sipil maupun militer, pusat atau daerah diperlakukan sama. Artinya tidak ada selisih pendapatan yang mencolok mata. Bahkan tidak hanya terbatas pada aparat pemerintahan saja tetapi mencakup keseluruhan rakyat. 

Untuk mengusahakan terjadinya pemerataan pendapatan tersebut, saya pikir tidak terlalu sulit bagi pemerintah. Misalnya dengan mengeluarkan kebijakan pemangkasan pendapatan para pejabat negara setingkat menteri dan anggota DPR/DPRD. Saya yakin persoalan kesenjangan pendapatan diantara unsur-unsur penyelenggara pemerintahan baik sipil atau pun militer, pusat maupun daerah serta seluruh rakyat pada umumnya akan bisa diatasi. 

Saya kira formula ini lebih tepat dibandingkan dengan pendapat Azyumardi Azra yang juga menyarankan TNI diberi kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam pengerjaan proyek-proyek pembangunan di daerah. Padahal keputusan tersebut bisa jadi  akan rentan menimbulkan persoalan baru  yang tak kalah runyam dengan kasus-kasus yang telah terjadi selama ini. Tidak mungkin TNI ikut tender proyek bersaing dengan rekanan-rekanan yang terbiasa bermain dalam area pengerjaan proyek seperti telah berjalan selama ini. Terkecuali dengan sistem jatah atau penunjukan tanpa proses tender. Tetapi apakah ini dibenarkan menurut aturan perundang-undangan? Disamping itu, kebijakan pengikutsertaan TNI dalam proyek-proyek di daerah tidak akan menyentuh pada persoalan pemerataan pendapatan karena mustahil income dari pengerjaan proyek di daerah itu akan menyentuh seluruh personel TNI.

No comments: