Blog is Power

Sunday, April 7, 2013

Dibalik Iklan Gerakan Perubahan



Belum lama kita mendengar iklan gerakan perubahan begitu gencar ditayangkan di media massa. Tapi yang menarik bagi saya justru bukan isi dari iklan yang ditayangkan tetapi sebuah kabar bahwa politikus itu juga merangkap sebagai owner media yang bersangkutan. Saya jadi berfikir saat itu betapa enaknya menjadi politikus yang juga memiliki media massa. Bisa tampil menyampaikan pesan dalam beragam kemasan dan dalam bermacam sosok yang diinginkan. Bisa dalam sosok seorang pengusaha sukses. Bisa dalam sosok politikus handal. Bisa dalam sosok tokoh kemanusiaan yang berhati malaikat. Pokoknya bisa tampil meyakinkan dihadapan publik dan dapat mengendalikan persepsi publik. Suatu pencapaian langka untuk ukuran manusia Indonesia.  

Tetapi pencapaian politikus tersebut dari sudut pandang lain bisa menjadi sebuah ironi. Bagaimana tidak, tampilan sosok politikus itu bisa dikatakan lebih mirip dengan selebritis. Anda tahu selebritis identik dengan dunia media dan pemberitaan. Alam selebritis tak jauh dari dunia gosip. Sehingga bisa disebut selebritis pada hakikatnya lahir dan tumbuh besar dari dunia gosip. Ini bukan simplifikasi tapi sebuah kenyataan bahwa media berperan besar melahirkan sesosok selebritis. Tanpa media mustahil akan ada selebritis. Tanpa gosip kita tak akan mengenal artis. Sekarang anda pasti juga berfikir bahwa politisi yang dibesarkan oleh media tak akan beda jauh dengan tipikal kepribadian seorang selebritis. Muncul secara tiba-tiba di media bersama dengan desas-desus atau gembar-gembor politik. Gejala seperti ini makin sering kita jumpai akhir-akhir ini.  

Maka, tidak berlebihan kiranya bila tipikal politisi yang dibesarkan media itu bisa jadi hanya memikirkan urusan kulit atau tampilan luar saja. Kenapa saya katakan demikian? Mari kita bayangkan, bagaimana ketika seorang selebritis tampil di media. Tentu mereka tak akan setor muka dengan style ala kadarnya. Poles-memoles tampilan luar menjadi sebuah keniscayaan. Orang bilang, itu sudah tuntutan skenario yang tak bisa ditolak dan dihindarkan. Penampilan diatur sedemikian rupa agar terlihat menarik dan meyakinkan. Bagaimana cara agar politikus besutan media ini  tak kalah bersaing dengan tokoh-tokoh politik yang kenyang pengalaman karena besar dilapangan sebagai politikus murni bukan karbitan.  

Media mempunyai kekuatan dahsyat dalam mengendalikan persepsi publik. Kondisi ini sudah tentu disadari sebagai sarana yang bisa dan harus dimanfaatkan sedemikian rupa untuk kepentingan dan keuntungan pribadi. Jadi tak heran hampir tiap saat iklan gerakan perubahan itu ditayangkan. Kalau dihitung dalam satu hari saja bisa puluhan kali penayangan. Masyarakat lambat laun pasti akan terpikat dan terpesona. Saya sendiri saat itu sempat berfikir bahwa politikus yang sering tampil di media itu sepertinya memang benar-benar serius ingin memelopori perubahan sesuai konten iklan yang ditayangkan media. 

Tapi sayang setelah terjadi kisruh ditubuh partai yang diusung sang politikus dan kemudian tersiar kabar pengunduran dirinya dari jajaran kepengurusan partai mendadak iklan itu tak pernah ditayangkan kembali. Entah karena dihentikan atau bagaimana, yang jelas setelah itu iklan perubahan tersebut raib tanpa meninggalkan bekas apapun, terkecuali satu pertanyaan: bagaimanakah selanjutnya nasib gerakan perubahan yang sudah terlanjur digembar-gemborkan itu? 

Terus terang saja akibat rentetan peristiwa itu saya akhirnya menduga jangan-jangan iklan gerakan perubahan itu hanya main-main, sebatas melayani kepentingan pribadi dan kelompok. Selama kepentingan pribadi bisa terakomodasi maka selama itu pula saya ada untuk “perubahan”. Sebaliknya kalau tidak terakomodasi maka tidak ada saya dan tidak ada “perubahan”. Prasangka saya berlanjut: kalau demikian apa beda iklan gerakan perubahan itu dengan iklan sabun colek? Jadi, perubahan yang dimaksudkan sejatinya hanya untuk mempromosikan kepentingan pribadi dan kelompok. Bukan untuk memelopori perubahan dalam arti yang sesungguhnya yaitu perubahan yang menyentuh problem ideologis dan problem sosial kemasyarakatan lainnya. 

Dengan kata lain, iklan gerakan perubahan itu dimaksudkan untuk mendongkrak popularitas dan nama besar. Namanya iklan dimana-mana pasti ditujukan untuk penglaris dagangan. Memang kemudian jargon gerakan perubahan itu begitu familiar dan menjadi ungkapan yang populer. Bisa dikatakan jargon gerakan perubahan itu menjadi primadona menggantikan jargon-jargon lain yang mendahului. Seperti gerakan reformasi dan lainnya. Namun yang memperihatinkan gema gerakan perubahan itu berakhir dengan tragis. Ketika yang besangkutan tak lagi menjadi pengurus partai maka berakhir pula kampanye perubahannya. Secara implisit kita bisa menangkap bahwa iklan gerakan perubahan itu sarat dengan kepentingan politik pragmatis  dan bukan untuk gerakan perubahan sebagaimana mestinya. 

Pengalaman telah mengajarkan bahwa gerakan perubahan sampai saat ini tetap menjadi simbol pergantian orang-orang saja. Makna gerakan perubahan belum menyentuh kepada hakikat perubahan yang sesungguhnya yaitu perubahan menyeluruh dalam tiap aspek kehidupan masyarakat. Buktinya setelah politikus itu hengkang dari partai maka tidak dijumpai satupun aksi nyata untuk memenuhi janji-janji yang telah terlanjur disiarkan kehadapan publik. Padahal dari segi finansial politikus itu mampu memenuhi janji-janjinya. Tidak perlu keseluruhan cukup sebagian saja. Jika ini tidak dilakukan maka semakin jelas watak dan sifat politisi negeri kita ini masih tak berubah yaitu tetap terkungkung  pamrih pribadi dan kelompok. 

Oleh karena itu kita harus lebih waspada jangan sampai terbuai janji-janji manis para politisi melalui bermacam jargon yang mereka ciptakan, siapapun orangnya, sebelum kita melihat bukti kongkrit. Inilah pokok persoalannya. Politikus karbitan biasanya sangat lihai mengiklankan kepentingan lewat berbagai macam jalur. Hari ini media massa banyak dipilih terutama yang audio visual. Jadi jangan heran jika anda melihat ada orang yang diikuti dan selalu disorot kamera media kemanapun ia pergi dan bergerak. Politisi karbitan akan memanfaatkan apa saja yang penting dapat membuka peluang mengantarkan pada tujuan untuk berkuasa. 

Jadi tidak keliru jika ditafsirkan bahwa gerakan perubahan yang dimaksudkan dalam iklan itu hanya dalam arti sempit yang semata diarahkan pada pergantian penguasa. Sedangkan perubahan dalam arti sesungguhnya cukup sampai pada tataran wacana atau pada dataran gembar-gembor. Keberadaan iklan politik itu menjadi penanda yang menunjukkan adanya taktik dan strategi pemenuhan ambisisi meraih kekuasaan. Disini kita melihat penyempitan makna dan penyimpangan maksud dari jargon gerakan perubahan. 

Perubahan yang sebenarnya pasti tidak bermula dari iklan dan diakhiri dengan iklan pula. Perubahan juga tak perlu diawali dengan wacana politik bombastis. Gerakan perubahan menuntut aksi nyata yang didahului oleh penguasaan permasalahan. Kita gampang saja mempersoalkan kemiskinan, ketimpangan sosial,  ketidakadillan hukum, dan perilaku korupsi sebab jargon-jargon ini memang telah menjadi perbendaharaan kata yang tersimpan dalam ingatan seluruh masyarakat. Sehingga ketika diiklankan dalam arti selalu diteriakkan oleh seorang politikus maka akan terdengar klise dan kadaluarsa. Siapapun bisa mengumbar janji-janji tapi jarang yang bisa menepati. Kalau hanya bicara anak TK pun juga bisa. Oleh karena itu jangan biarkan masyarakat kita terhipnotis dan tergiring dalam rekayasa kesadaran semu yang diiklankan para politisi.

No comments: